Persebaya Surabaya Dan Bonek

Saat anda berkunjung ke Surabaya lalu menjumpai segerombolan anak muda memenuhi jalanan, pakai baju lengkap dengan atribut serba hijau ngejreng yang bertuliskan “Salam satu nyali, WANI!” atau “Persebaya Kami Haus Golmu” dengan gambar karikatur kepala pemuda mangap (Membuka mulut) berambut gondrong yang memakai bandana Persebaya atau gambar Bajul (Buaya) dengan logo Bonek-nya, Tidak usah heran, lur! itu artinya secara tidak sengaja anda bertemu dengan suporter Persebaya Surabaya atau biasa dipanggil BONEK.

Persebaya Surabaya Dan Bonek

Nama Bonek memang sudah fenomenal, tidak sedikit orang yang mengenal Bonek bahkan orang yang tidak menggeluti dunia persepakbolaan saja tau siapa dan apa itu Bonek. Iya tidak? 

Dalam sejarahnya, Istilah Bonek pertama kali dicetuskan oleh seorang wartawan bernama Abdul Muis pada tahun 1988. Melalui media massa Jawa Pos, pendukung Bajul ijo (Buaya hijau) pada saat itu menggambarkan fenomena ribuan suporter Persebaya Surabaya berbondong-bondong ke Jakarta mendukung klub sepak bola kesayangannya dalam laga final kompetisi Divisi Utama PSSI 1987–1988. Cak Dahlan Iskan, bos dari salah satu media massa raksasa di Jawa Timur, yaitu Jawa Pos, mengkoordinasi keberangkatan ratusan bus, puluhan gerbong KA, dan pesawat terbang menuju Jakarta. Tret.. Teet.. Tettt adalah tema yang diusung Jawa Pos pada waktu itu. Dan sebutan populer untuk Persebaya adalah Green Force. 

Persebaya SurabayaSaking antusiasnya Jawa Pos dalam headline news-nya tertulis “HIJAUKAN SENAYAN”, mendapatkan sambutan luar biasa meriahnya dari masyarakat Surabaya dan Jawa Timur. Bahkan dalam ceritanya ada yang sampai menggadaikan motor, menjual TV, kerupuk, perhiasan istrinya dan peralatan rumah tangga lainnya, di sisi lain pemuda bujang banyak yang harus mengamen dulu mengumpulkan uang agar bisa ke Senayan. Pokoknya kudu ke Senayan!

Modal tekad dan semangat yang menggebu untuk menghijaukan Senayan yang membuat para Bonek melakukan segala cara HALAL untuk ke Jakarta. Sementara yang duwitnya pas-pasan pakai plan B alian rencana lain, yaitu dengan nggandol secara estafet mulai dari Surabaya ke Jakarta sekalian ngamen untuk modal makan. Wis ndak urus, pokok ke Jakarta! 

Jaman dulu pendukung sepak bola yang mengiringi tim kebanggaanya bertanding ke kota lain (Away Supporters) seperti di Eropa belum ada. Barulah pada tahun 1988, ribuan Bonek berangkat dari Surabaya ke Jakarta untuk menonton final Persebaya vs Persija. Dengan begitu, secara tradisional, Bonek adalah pioneers Away supporters di Indonesia. Antusiasme dan semangat positif tanpa ada anarkisme dan kerusuhan dengan melibatkan massa itulah yang mendapatkan acungan jempol dari banyak kalangan di Indonesia saat itu. Sebenarnya Bonek adalah akronim dari bahasa jawa yaitu Bondho dan Nekat yang artinya modal dan nekat. Namun banyak orang salah kaprah mengartikan istilah itu dengan bondho nekat, yang berkonotasi negatif ‘hanya’ bermodal nekat saja. Padahal pada saat itu, arek-arek Bonek untuk pergi ke Jakarta tidak hanya bermodal nekat, mereka membayar uang transportasi kepada Jawa Pos, mereka ngamen, mereka juga jual barang-barang dirumah untuk sangon ke Jakarta.

Bonek Mania terkenal dengan kesetiaannya dalam mendukung klub sepak bola kesayangan, yaitu Persebaya Surabaya. Dimanapun Persebaya berlaga maka disitulah Bonek berada. Sayangnya, Bonek juga tidak lepas dari stigma negatif dengan sebutan suporter rusuh karena sering melakukan aksi anarki ketika pertandingan berlangsung. Bukan rahasia lagi, berdasarkan berita-berita yang beredar tidak jarang saat Persebaya bertanding para Bonek mania melakukan tindakan negatif mulai dari hal kecil tapi krusial seperti mencuri gorengan, merusak properti sekitar, sampai ke pengeroyokan suporter klub lain. 

Namun, itu dulu. Kita semua tahu bahwa hari demi hari dunia selalu mengalami perubahan, pun dengan Bonek dan kita semua, sekarang Bonek sudah berubah. Setidaknya mereka sudah mau mencoba dan terus berusaha berubah. Mereka berusaha jadi suporter yang tidak ‘hanya’ bermodal nekat seperti paradigma negatif yang tertanam di masyarakat, tapi mereka juga ingin membuktikan kalau mereka adalah suporter yang kreatif dan peduli. Beberapa tahun kebelakang, banyak kegiatan positif yang dilakukan Bonek untuk menghilangkan paradigma masyarakat yang negatif tentang mereka. Buktinya, Bonek kerap menggelar aksi simpatik saat ada peristiwa-peristiwa genting. Misal, pada saat banjir Sentani, Jayapura, beberapa waktu lalu. Bonek mania berbondong-bondong turun kejalanan menggalang dana untuk membantu korban banjir bandang di Papua. Baru-baru ini, dilansir dari Facebook Bonek Arus Bawah, Bonek Segoro Kidul Tulungagung (BSKT) dalam rangka peringatan ulang tahun yang ke-6 berikan santunan kepada Anak Yatim.

Begitu juga banyak Bonita (Sebutan untuk bonek perempuan) yang turut membantu penggalan dana di jalanan. Lengkap dengan syal hijau yang melingkar di lehernya, topi untuk melindungi dirinya dari sengatan panas matahari, dengan kardus dipelukannya, mereka menghampiri setiap pengendara yang berhenti di lampu merah. Menyodorkan kardus ke siapa saja yang dengan sukarela mau menyisihkan sedikit uangnya untuk Saudara kita yang terkena musibah. 

Suporter Bonek memang luas cakupannya. Dari semua usia mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga yang mulai menua. Dari latar ekonomi, pendidikan, status sosial yang beragam, dan tidak pandang gender. Tentu saja, sepakbola dan dunia suporternya tidak hanya dinikmati oleh para lelaki. Ada istilah terkenal di kalangan penggila sepak bola, “Tuhan tidak pernah membatasi gerak perempuan untuk ikut menjadi suporter sepak bola”. Ungkapan itu bermakna bahwa perempuan juga bisa menjadi bagian dari hiruk pikuk suporter saat mendukung tim pujaannya. Tidak hanya sebatas hadir di tribun dan bernyanyi, tetapi mereka juga mampu memberikan kontribusi dan semangat nyata untuk tim dan sesama suporternya.

Jika Liverpool punya anthem bersejarah, You’ll Never walk Alone. Persebaya Surabaya punya Song for Pride yang jadi nyanyian wajib saat Persebaya bertanding. ada pula lagu Bonek Mania yang pastinya tidak asing di telinga banyak orang, Lagu Mars Bonek. Arek-arek Surabaya pasti familiar dengan lagu bonek ini :

“Kami ini Bonek Mania
Kami slalu dukung Persebaya
Dimana kau berada
Disana kami ada
Karena kami ini Bonek Mania

Rek.. rek..  Aku teko rek..
Persebaya ndang wis menang’o
Tendang kene tendang kono..
Ojok kesuwen 2x
Ndang lebok’no
Rek.. rek.. aku teko rek,

Bonek tidak hanya menyanyikan lantang lagu kebangsaannya di stadion. Saat akan menuju ke stadion misalnya, secara otomatis jalanan dipenuhi dengan segerombolan manusia hijau yang menyanyikan lagu Bonek Mania dengan seksama ditambah ramai dengan riuh motor. Maksud manusia hijau itu orang-orang yang dari kepala sampai ujung kaki atribut yang dipakai serba hijau ngejreng, mulai dari topi, syal, kaos bonek, gelang, atau mungkin sampai CD-nya juga warna hijau dan ada logo Boneknya gitu ya? Terbukti Arek Bonek memang totalitas tanpa batas. Motor yang dimodifikasi dengan knalpot berbunyi nyaring hampir merusak gendang telinga, dan bendera Emosi Jiwaku yang dikibar-kibarkan seperti calon politisi yang melakukan “promosi” di jalanan itulah ciri khas dari Bonek yang tidak dimiliki suporter bola lainnya.

Salam satu nyali! Wani!

 

ADVERTISEMENT

ARTIKEL TERBARU

ADVERTISEMENT

Leave a Comment